TEMA : Sabar,Tenang,Menyerah pada Tuhan
AYAT POKOK : Ayub 2 : 8-10 ,11-13
Ayub 2 : 8-10, 11-13 ➠sahabat Ayub datang untuk menghibur
Ada tiga hal terberat dalam kehidupan namun yang selalu membawa hasil yang dahsyat Apakah tiga hal terberat itu?
1.Sabar
Roma 12 : 12 ➠sabarlah dalam kesesakan Kolose 3 : 13 ➠sabarlah terhadap semua orang Ibrani 6 : 15 ➠Abraham sabar terhadap janji Tuhan Pengkotbah 10 : 4 ➠kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar
2. Tenang dan menguasai diri
Matius 14 : 27 ➠Tenanglah aku ini jangan takut Mazmur 62 : 2 ➠dekat Allah saja aku tenang Yesaya 30 : 15 ➨tinggal tenang terletak kekuatanmu Amsal 14 : 13 ➠hati yang tenang menyegarkan tubuh 1 Petrus 4 : 7 ➠jadilah tenang supaya dapat berdoa
3. Menyerahkan segalanya pada Tuhan
Mazmur 37 : 5 ➠Serahkanlah pada Tuhan ia akan bertindak Yeremia 4 : 20 ➠kepadamu kuserahkan perkaraku Mazmur 55 : 23 ➠serahkan kepada Tuhan dan ia akan memelihara engkau Ayub 42 : 12 ➠Tuhan memberkati Ayub.
Cobalah bersabar dari masalah sekecil apapun maka kita akan bisa bersabar untuk masalah yang lebih besar ,mereka yang tidak memiliki kesabaran tak akan mampu meraih apa yang akan mereka inginkan dan orang yang menguasai kesabaran akan menguasai segalanya.Sebab itu jadilah sabar tenang menanti lawatan Tuhan Amin

KELEMBUTAN HATI SEPERTI KRISTUS
"Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil." 1 Petrus 2:23
Banyak orang percaya kurang menyadari bahwa hidup kekristenan adalah sebuah proses pembelajaran untuk menjadi serupa dengan Kristus. Apalah artinya menyebut diri sebagai pengikut Kristus, apabila dalam kehidupan sehari-hari karakter dan perilaku kita sama sekali tidak mencerminkan Kristus atau tidak meneladani bagaimana Kristus hidup.
Salah satu sifat Kristus yang patut diteladani adalah kelembutan hati-Nya. Kristus tidak pernah membalas kejahatan dengan kejahatan, sebaliknya Ia mengasihi orang yang berbuat jahat kepada-Nya, bahkan terhadap orang-orang yang meludahi-Nya, menghujat-Nya, mencambuk-Nya dan bahkan menyalibkan-Nya, Ia justru berdoa bagi mereka dan memohonkan pengampunan kepada Bapa: "Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat." (Lukas 23:34). Bagaimana dengan kita? Ketika disakiti dan dilukai umumnya kita cenderung membela diri dan berusaha membalas dendam. Dalam hal mengasihi dan mengampuni musuh, Kristus adalah teladan utama. Kita pun bisa belajar dari orang-orang di Alkitab: Yusuf, walaupun memiliki kemampuan dan kesempatan membalas kejahatan saudara-saudaranya, tidak dilakukannya. Ia justru melepaskan pengampunan kepada mereka dan memberikan pertolongan ketika mereka berada dalam kesesakan. Musa, meski ditentang hebat dan dikatai-katai oleh Miryam, ia tak membalas dan akhirnya Tuhan sendiri yang bertindak sebagai pembela; "...tampaklah Miryam kena kusta, putih seperti salju;" (Bilangan 12:10). Rasul Paulus juga menghadapi hal yang sama: "Aleksander, tukang tembaga itu, telah banyak berbuat kejahatan terhadap aku. Tuhan akan membalasnya menurut perbuatannya." (2 Timotius 4:14).
Sebagai pengikut Kristus, terimalah perintah untuk hidup sama seperti Kristus hidup (1 Yohanes 2:6), walaupun untuk memiliki kelembutan hati seperti Kristus tidak mudah, diperlukan proses dan hati yang mau tunduk kepada pimpinan Roh Kudus.
Ketika kita punya kelembutan hati, mengasihi dan mengampuni orang yang bersalah kepada kita, sesungguhnya kita sedang membiasakan diri untuk mengenakan pribadi Kristus!

Melayani Tuhan vs Melayani Pekerjaan Tuhan
Oleh: Kenia Oktaviani
Semester ini hidup saya diwarnai dengan list pelayanan yang begitu panjang. Ada begitu banyak hal yang terjadi di luar prediksi saya, ketika menerima tanggung jawab pelayanan. Deretan list yang harus saya kerjakan setiap harinya membuat saya begitu lelah.
Inilah awalnya mengapa saya begitu bergumul tentang apa makna pelayanan yang sebenarnya. Siang itu, saya membaca artikel yang berisi pertanyaan : "Apakah saya melayani Tuhan atau melayani pekerjaan Tuhan?" Pertanyaan ini mengusik hati saya, membuat saya bergumul dan terus memeriksa hati saya. Sebenarnya apa yang selama ini saya kerjakan? Benarkah yang saya kerjakan pada hakikatnya adalah untuk menyenangkan Tuhan?
Untuk menjawab hal ini, saya bertanya kepada beberapa orang yang saya kenal, tentang perbedaan melayani Tuhan dan sekedar melayani pekerjaan Tuhan. Dua orang teman saya menjawab pertanyaan ini dengan jawaban yang sangat mirip dan begitu menegur saya.
Perbedaannya terletak pada fokus hati kita. Melayani Tuhan berfokus pada mengerjakan apa yang Tuhan mau untuk kita kerjakan, sedangkan melayani pekerjaan Tuhan berfokus pada menyelesaikan list-list pekerjaan pelayanan. Melayani Tuhan menghasilkan buah-buah roh, melayani pekerjaan Tuhan menghasilkan kelelahan yang panjang. Melayani Tuhan tidak menuntut penghargaan, melayani pekerjaan Tuhan menuntut pengakuan.
Seringkali seorang Kristen terjebak dalam dilema kedua hal ini. Sulit untuk membedakan keduanya ketika kita disibukkan dengan begitu banyak aktivitas dan rutinitas pelayanan. Sulit untuk memiliki waktu sejenak, berfleksi, dan menggumulkan sebenarnya di posisi mana kita berdiri, khususnya ketika begitu banyak tuntutan pelayanan yang harus kita kerjakan. Melayani Tuhan menjadi begitu melelahkan dan menguras emosi. Melayani Tuhan agaknya menjadi beban yang harus dipikul orang percaya setiap harinya.
Saya mulai bergumul bagaimana saya bisa keluar dari dilema ini. Saya menemukan bahwa sesungguhnya tidak ada yang salah dengan banyaknya pekerjaan pelayanan yang saya harus kerjakan. Tidak ada yang salah dengan tanggung jawab yang dipercayakan kepada saya. Yang menjadi persoalannya adalah dari titik point mana saya berpijak? Sudahkah saya melihat pelayanan dengan konsep pola pikir yang benar?
Lukas 17 membantu saya merefleksikan hal ini sejenak.
(7) Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! (8) Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. (9) Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? (10) Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Bagaimana kita melihat diri kita di hadapan Tuhan? Apakah kita menyadari bahwa sesungguhnya posisi kita di hadapan Tuhan adalah sebagai seorang hamba? Saya berhutang, Anda berhutang, kita berhutang terlalu banyak kepada Allah. Penebusannya di kayu salib adalah anugerah yang seharusnya tidak layak kita terima. Pantaskah seorang hamba mengharapkan terima kasih setalah ia melakukan apa yang seharusnya memang ia kerjakan?
Kami hanya melakukan apa yang seharusnya kami lakukan, bukankah kata- kata ini yang seharusnya terus terngiang-ngiang setiap kali kita memiliki kesempatan untuk melayani Tuhan? Dan lebih dari itu, bukankah kesempatan ini adalah anugerah? Kenyataannya Allah dapat memakai siapa saja, bahkan apa saja untuk melakukan pekerjaan Tuhan. Bukankah suatu anugerah untuk berbagian dalam pekerjaan pelayanan Tuhan? Pernahkah justru kita membalik pertanyaan kita dari "Mengapa saya yang harus melakukan pekerjaan-pekerjaan ini?" menjadi "mengapa Tuhan memilih saya untuk mengerjakannnya?"
Kelelahan, kekecewaan, keputusasaan, bahkan perasaan frustasi sangat mungkin terjadi ketika kita melayani Tuhan. Tapi maukah kita mengambil keputusan untuk sekedar menilik kembali posisi di mana seharusnya kita berdiri, dan melihat semua tanggung jawab sebagai anugerah yang dipercayakan kepada kita? Melayani Tuhan bukan beban, melayani Tuhan adalah kesempatan dan anugerah.
Pada akhirnya, marilah kita terus memiliki kerinduan, untuk ketika kita berhadapan muka dengan muka dengan Tuhan kelak, kita dapat mendengar Ia memanggil kita dengan sebutan; Hai hambaku yang baik dan setia. Mari tunaikan tugas pelayanan dengan gentar, semata-mata karena anugerah Tuhan. :)

MENJADI MANUSIA SEUTUHNYA
Bacaan : Matius 28 : 16 - 20
“… dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.”
Matius 28 : 20
Sahabat Muda, dalam suatu kesempatan, saya pernah mendengar seorang ibu berkata dengan gembira bahwa di sekolah tempat anaknya mengikuti Ujian Nasional, para murid dipersiapkan untuk menyontek dan saling berbagi jawaban. Ia gembira sebab dengan begitu anaknya akan lulus ujian. Namun, ia tidak menyadari bahwa anaknya bersama dengan anak-anak yang lain sedang dicetak menjadi pembohong yang menghalalkan segala cara untuk berhasil.
Sahabat Muda, dalam bacaan kita hari ini. Yesus tidak hanya memerintahkan para murid-Nya untuk pergi membaptiskan orang, tetapi juga mengajar mereka. Perintah untuk mengajar ini dilihat sebagai praksis pemuridan. Artinya, mereka tidak hanya diajar untuk tahu secara kognitif dengan menghafal berbagai ajaran Yesus, tetapi mereka juga harus membatinkan (afektif) dan melakukan (psikomotorik) hal itu secara utuh dan konsisten. Ujiannya tidak berlangsung di atas kertas, tetapi di dalam kehidupan nyata. Karena itu, guru yang mengajar tidak boleh hanya berkata-kata. Para guru harus mengajar dengan sikap dan perilaku hidup sehari-hari. Learning by doing menjadi metode yang tepat dalam hal ini, sebab integritas menjadi penting. Satunya kata dan tindakan menjadi indikator keberhasilan dalam proses belajar-mengajar, buka hanya angka 90 atau 100. Dengan demikian, praksis pemuridan ini akan menghasilkan orang-orang yang bertumbuh menjadi manusia seutuhnya.
Sahabat Muda, kita dididik untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Manusia yang cerdas dan berintegritas serta berguna bagi orang lain.
Sahabat Muda, kita jangan hanya mau sukses tanpa mau belajar dan bekerja keras, karena keberhasilan adalah milik para pembelajaran yang tekun dan setia. Amen
Disadur dari :
Youth for Christ, Minggu, 11 Juni 2017
(Salam From tdvdonny)

Susanna Wesley
Menjadi seorang ibu tidak gampang, sebab ia harus menjadi teladan bagi anak-anaknya, selain itu ia juga harus mendidik anak-anaknya menjadi anak yang baik, bertanggung jawab dan takut akan Tuhan.
Zaman sekarang mendidik seorang anak saja sudah cukup merepotkan; apalagi pengaruh teknologi Televisi, Komputer dan Internet serta ditambah dengan pergaulan bebas anak-anak muda. Yang namanya Narkoba sudah tidak asing lagi dikalangan mahasiswa bahkan para siswa yang masih Sekolah Menengah. Itulah sebabnya ibu yang baik harus senantiasa memantau anak-anaknya dan membimbing mereka ke jalan yang benar, jikalau lalai; maka air mata kita selama hidup ini tidak cukup untuk mengembalikan kebahagiaan anak-anak kita.
Sejarah gereja mencatat seorang ibu yang cukup terkenal dan berhasil di dalam mendidik anak-anaknya. Kita akan coba menelusuri latar-belakangnya secara singkat. Nama ibu itu adalah Susanna Wesley. Sebagai seorang ibu rumah tangga yang sangat kelihatan buah-buah karya rohaninya, baik sebagai pendoa bagi anak-anaknya maupun dukungkan buat pekerjaan pelayanan sang suami. Nama kecilnya Susanna Annesley, lahir tahun 1669. Ia merupakan anak bungsu yang dianggap paling cantik parasnya dan cerdas dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Ia memiliki banyak kemampuan yang sanggup menaklukan para remaja pada zamannya, sehingga mereka menjadi minder. Pada saat remaja saja ia sudah sanggup baca dalam tiga bahasa yang cukup penting yakni bahasa Ibrani (bahasa Perjanjian Lama), bahasa Yunani (bahasa Perjanjian Baru) dan Bahasa Latin (bahasa Alkitab Septuaginta). Dan yang lebih luar biasa dari gadis remaja ini adalah ia mampu beragumentasi secara teologis dengan ayahnya yang merupakan seorang pendeta. Semua ini tentu tidak terlepas dari sistem pendidikan yang diterapkan sang ayah semasa mereka masih kecil dan dukungan dari kakak-kakaknya. Pendeta. Dr. Samuel Annesley selalu mendorong anak-anaknya untuk belajar bebas mengutarakan pendapat dalam segala hal. Kemudian juga ditambah dengan pelajaran bahasa yang diberikan serta didukung dengan koleksi buku-buku perpustakaan pribadi sang ayah yang cukup banyak.
Sistem dan pola pikir yang bebas ini memungkinkan Susanna pindah dari gereja ayahnya dan bergabung di Gereja Anglikan. Kemudian dilanjutkan dengan konsep teologianya yang bertentangan dengan sang ayah yakni Sosianisme yang anti Tritunggal, namun ayahnya sangat menghargai keputusan yang diambil putrinya. Minat belajar dan membacanya sangat luar biasa, sehingga walaupun beliau sebagai isteri pendeta dan ibu rumah tangga masih sanggup melalap buku-buku yang berbau teologia
Samual Wesley demikianlah nama suaminya, seorang mahasiswa teologia yang terkenal memiliki otak yang cemerlang. Pada masa pacarannya dipenuhi dengan banyak waktu untuk berdiskusi masalah-masalah teologia. Setelah masa pacaran mereka berlalu selama tujuh tahun, akhirnya Samuel Wesley membawa Susanna Annesley ke jenjang pernikahan menuju bahtera rumah tangga sebagi isteri seorang pendeta. Peranan Susanna sebagai isteri cukup berpengaruh untuk mengatur roda kehidupan rumah tangganya.
Dalam kehidupan rumah tangga mereka sehari-hari, sehabis makan pagi biasanya diadakan kebaktian keluarga yang berfungsi untuk membangun kerohanian pribadi dan keluarga juga sebagai persiapan memberitakan firman Tuhan pada hari Minggu. Setelah itu Samuel akan mengadakan kunjungan ke jemaat dan pada saat yang luang seperti itu biasanya Susanna mengambil kesempatan untuk membaca selama dua jam terutama tentang hal-hal yang baru. Kebiasaan ini tetap dilakukan sampai waktu sudah mempunyai anak.
Sebagai seorang pendeta di desa kecil Inggris, otomatis mereka menerima gaji yang sangat minim; belum lagi ditambah dengan jumlah anaknya yang cukup banyak yakni sembilan belas orang. Oleh sebab itu sering kali keluarga pendeta Samuel Wesley ini terlibat masalah utang. Seorang tukang daging misalnya pernah mendatangi Susanna untuk menagih hutang yang sudah lama tidak dibayar, namun karena Susanna tidak memiliki uang sedikitpun, maka usaha tukang daging itu pun sia-sia. Di lain pihak Susanna sendiri berusaha sendiri untuk mencukupkan kebutuhan keluarga dengan berladang, memelihara sapi perah, ayam yang menghasilkan telur dan ternyata berkat Tuhan senantiasa cukup, sehingga mereka tidak pernah sampai merasa kelaparan. Masalah hutang-piutang ini bertambah sulit ketika suaminya Samuel dijebloskan ke dalam penjara karena hutangnya yang membeludak. Untuk membebaskan suaminya Susanna terpaksa meminta bantuan dari seorang Uskup Agung.
Sebenarnya sejak muda Susanna sudah merencanakan supaya keluarganya tidak memiliki banyak anak seperti ibunya yang melahirkan dua puluh lima anak, namun kenyataannya ia harus melahirkan sembilan belas orang anak, dan sembilan diantaranya meninggal. Anak sulung Susanna diberi nama seperti nama ayahnya yaitu Samuel, sedang anak keduanya bernama Susanna. Walaupun Susanna sudah begitu tekun mendidik anak-anaknya, tetap saja tidak sempurna. Satu orang anak perempuannya meninggalkan pengajarannya yakni Hetty, ia melarikan diri bersama pacarnya; namun setelah hamil sang pacar meninggalkannya.
Dengan anak yang cukup banyak, ditambah kesulitan ekonomi mereka, maka tidak jarang di dalam keluarga besar ini sering terjadi pertengkaran-pertengkaran. Samuel sebagai kepala rumah tangga selalu berkeinginan mengatur masalah keluarga, namun ketika bertemu dengan isterinya ia senantiasa terbentur; sebab bagi Susanna ia menerapkannya dari sudut pandang firman Tuhan. Memang semenjak kuliah kedua suami-isteri ini mempunyai pandangan teologia yang cukup kuat, sehingga sering terjadi perdebatan-perdebatan yang tak kunjung habis. Samuel yang begitu keras pernah pisah ranjang dengan isterinya hanya gara-gara kesalahpahaman mereka dan Susanna belum meminta maaf.
Sebagai seorang isteri pendeta, sudah banyak suka-duka yang dikecap oleh Susanna. Namun demikian semua itu, tidak pernah mematahkan semangatnya melayani Tuhan. Ketika suaminya pelayanan ke luar kota, ia memakai kesempatan untuk mengumpulkan orang-orang untuk bersekutu dan mengajarkan firman Tuhan. Setiap minggu hampir dua ratus orang yang ikut dalam persekutuan itu. Selain itu di dalam hal mendidik anak, setiap malam sebelum anak-anaknya tidur, Susanna selalu mendoakan mereka satu persatu, baru kemudian ia pergi tidur. Inilah riwayat singkat seorang tokoh wanita sejarah gereja, yang kemudian melahirkan tokoh-tokah gereja, misalnya John Wesley dan Charles Wesley. John pendiri gereja Methodist sedang Charles seorang musisi musik gerejawi yang telah menciptakan ribuan lagu-lagu rohani, yang kita nynyikan di gereja samapai hari ini.
Bagaimana dengan para ibu sekalian? Memasuki milenium yang baru tantangan buat para ibu juga cukup berat. Kita hidup di dunia yang bersaing, bersaing, dan bersaing terus tiada hentinya. Siapa yang lalai pasti akan ketinggalan, karena setiap orang dipacu terus-menerus untuk lebih berprestasi. Lalu bagaiman dengan sang suami yang berpenghasilan pas-pasan, bahkan mungkin kadang-kadang tidak mencukupi? Apakah anda frustrasi? Sementara tetangga sudah pada beli televisi yang baru, mobil yang mewah dan rumah yang mahal, sedangkan anda, untuk kontrakan rumah saja belum terbayar. Sementara itu anak-anak kita juga bersaing terus menerus? Anak-anak jaman sekarang privat lesnya saja begitu banyak macam, dari les bahasa Inggris, Mandarin, Piano, Aritmatika, Tari-tarian dan sebagainya. Sementara anda, mungkin untuk membayar uang sekolah saja sudah cukup berat. Tidak gampang bukan menjadi seorang ibu? Untuk itulah teladan dari ibu Susanna patut kita contoh, ia mendidik anak-anaknya sejak dini mengenal firman Tuhan. Anak-anak yang mengenal firman Tuhan sejak dini. Tidak akan mengkuatirkan orang tua apabila suatu saat mereka akan sekolah di luar daerah ataupun luar Negeri, sebab mereka memanag dibentuk sejak dini takut akan Tuhan. Oleh sebab itu saya yakin bahwa Ibu Susanna tidak pernah merasa kuatir akan kehidupan dan pergaulan anak-anaknya, karena sudah ada firman Tuhan di dalamnya.
Satu lagi yang sangat menyusahkan para orang tua, yang namanya Sabu-Sabu (SS) dan Narkoba sudah merajalela masuk sampai sekolah-sekolah. Kalau anak-anak kita tidak sedini mungkin diajarkan firman Tuhan supaya mereka takut akan Tuhan, maka jangan anda menyesal apabila kemungkinan anak mulai terlibat. Sudah siapkah anda hai para ibu?
YANG BERULANG TAHUN MINGGU INI
Segenap Gembala,Majelis dan Jemaat mengucapkan selamat ulang tahun kepada :
● BPK SUMIHAR ARITONANG yang berulang tahun pada tanggal 17 Desember
● IBU NATALIA yang berulang tahun pada tanggal 21 Desember
● BPK NURAINI yang berulang tahun pada tanggal 23 Desember
● IBU NATALIA yang berulang tahun pada tanggal 21 Desember
● BPK NURAINI yang berulang tahun pada tanggal 23 Desember
† TUHAN YESUS MEMBERKATI †
Tidak ada komentar:
Posting Komentar